Seniman pakar Miniatur Anatoly Konenko, yang berasal dari kota Siberia Omsk, telah membangun akuarium terkecil di dunia. Sebuah kubus kaca berukuran 30mm X 24mm X 14 mm, lengkap dengan pasir, batu berwarna-warni dan rumput laut dapat berisi 10 ml air dan rumah bermain untuk ikan kecil. Mini-akuarium bahkan dilengkapi dengan pemurnian air filter. Ia mengambil membuatnya membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Selengkapnya
Baca Selengkapnya......DUNIA PERIKANAN
Selasa, 22 Februari 2011
Sabtu, 25 Desember 2010
KKP MILIKI TIGA PROFESOR RISET BARU
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) miliki tiga Profesor Riset baru di bidang kelautan dan perikanan. Pagi ini (23/12), sidang Majelis Profesor Riset KKP dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan Dr. Haryanti, MS sebagai profesor di bidang Akuakultur, Dr.Ir. Wudianto, M.Sc di bidang Teknologi Penangkapan dan Perikanan Tangkap, dan Dr. Ali Suman di Bidang Sumberdaya dan Lingkungan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad yang hadir memberi sambutan di Ballroom Gedung Mina Bahari III KKP, berharap penelitian di bidang kelautan perikanan terus dikembangkan dan disebarluaskan. “Para peneliti juga harus menghasilkan teknologi yang mudah, murah, cepat, dan siap diterapkan di lapangan,” katanya. Menurut Fadel, teknologi yang sederhana namun efektif akan memicu usaha kelautan dan perikanan berbasis IPTEK (technopreneur). Hal ini sangat diperlukan dalam pengembangan minapolitan.Sementara itu, Dr. Ir. Wudianto, MSc, dalam orasi ilmiah pengukuhan gelar profesornya, menyampaikan rekomendasi penggunaan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dan udang. Menurutnya, teknologi penangkapan yang ramah lingkungan bisa diterapkan pada alat-alat; jaring trawl yang dilengkapi BRD (Bycatch Reduction Devices), jaring tiga lapis untuk menangkap udang, rawai dasar untuk menangkap ikan demersal di perairan karang, dan set net untuk menangkap ikan di perairan pantai. “Peran pemerintah daerah pun sangat penting, mengingat jenis sumber daya ikan demersal dan udang umumnya berada di wilayah perairan kurang dari 12 mil, yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya dalam kesimpulan orasi.
Salah satu dampak pengoperasian jaring trawl selama ini adalah adanya “bycatch” atau hasil tangkap sampingan (HTS). Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan sekitar 7 juta ton HTS dibuang ke laut per tahunnya. Industri perikanan trawl udang di daerah tropis termasuk sebagai penyumbang terbesar HTS ini. HTS yang dibuang ke laut bisa menyebabkan penurunan keanekaragaman sumberdaya ikan. Proses dekomposisi bangkai ikan akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem dasar perairan, bahkan dapat menurunkan kadar O2, seperti terjadi di dasar Perairan Arafura.
Penelitian lain terkait udang, dilakukan oleh Dr. Ali Suman, yang berfokus pada jenis udang Penaeid. Potensi lestari udang Penaeid diperkirakan lebih dari 200 ribu ton per tahun, namun pemanfaatannya telah melebihi potensi lestarinya (over-fishing). Pola pengendalian sumberdaya yang saat ini ada di Indonesia baru pada taraf pembatasan, yang kurang didukung riset memadai dan cenderung berdasarkan wilayah administratif. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan sumber daya udang penaeid di Indonesia terancam dan mengalami kepunahan.
Dalam orasinya, Dr. Ali Suman merekomendasikan dua opsi pengendalian yang lebih baik. Pertama, dengan melakukan pengendalian kegiatan penangkapan (control of fishing) seperti membangun Kawasan Perlindungan Laut atau MPA (Marine Protected Areas), dan menutup daerah dan musim penangkapan. Kedua, melalui pengendalian upaya penangkapan (control of fishing effort), seperti pembatasan ukuran udang terkecil, pengaturan ukuran mata jaring, pembatasan upaya penangkapan, dan melalui kuota penangkapan.
Bertambahnya tiga orang Profesor Riset ini diharapkan semakin memperkuat KKP dalam meningkatkan produksi perikanan berbasis pengetahuan. Keberhasilan para peneliti yang dikukuhkan sebagai profesor tersebut juga diharapkan akan mendorong para peneliti muda untuk terus berkarya dan berinovasi demi kemajuan bangsa.
Rabu, 22 Desember 2010
PENINGKATAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MELALUI PERDA
- Diketahui bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki ekosistem terumbu karang sebagai habitat aneka ragam jenis ikan dengan keindahan panorama alam dasar laut yang unik dan produktif berpotensi sebagai penunjang pembangunan dan ekonomi daerah baik berupa sumberdaya ikan maupun jasa lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk itu diperlukan Perda (Peraturan Daerah) untuk mengelolanya. Kebijakan-kebijakan tentang pengelolaan dan perlindungan terumbu karang sangat diperlukan sebagai aturan main yang jelas dalam upaya melindungi keberlangsungan sumberdaya perairan yang lestari. Untuk itu diperlukan pertemuan untuk menyamakan persepsi tentang arti penting kawasan konservasi perairan bagi semua pihak sehingga diperlukan rencana-rencana strategis dalam melindungi kawasan dimaksud.
- Dengan disyahkannya Perda No. 3 Tahun 2010 tentang pengelolaan Terumbu Karang maka sudah seharusnya Perda ini di sosialisasikan kepada semua lapisan masyarakat agar masyarakat mengetahui dengan jelas bagaimana aturan main dalam mengelola lingkungan dan ekosistem laut menginta Provinsi Kepulauan Riau sebagaian besar adalah lautan.
Sosialisasi tentang pengelolaan terumbu karang sudah dilakukan di 4 (empat) Kab/Kota mencakup wilayah kerja daerah Coremap antara Lain Kab. Bintan, Natuna, Lingga dan Kota Batam. Diharapkan sosialisasi tersebut dapat dijadikan wadah menampung aspirasi serta meningkatkan pemahaman masyarakat dalam upaya Pengelolaan Terumbu Karang yang lestari di Provinsi Kepulauan Riau serta diperoleh hasil sesuai dengan output yang ingin di capai yaitu meningkatnya wawasan masyarakat tentang pengelolaan terumbu karang dan KKLD (Kawasan Konservasi Laut Daerah) karena sosialisasi ini adalah salah satu wujud dari kegiatan mengkonservasi ekosistem laut. Rencana Pengelolaan suatu KKLD sudah seharusnya di siapkan mengingat pada upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan terumbu karang dan kawasan konservasi dapat dilakukan dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan memperluas wawasan/cakrawala tentang pengelolaan terumbu karang yang akan diikuti dengan disusunnya kebijakan-kebijakan yang terkait dengan upaya pelestarian dan perlindungan kawasan konservasi.
PELATIHAN MUATAN LOKAL PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BAGI GURU SE-PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Kerusakan ekosistem terumbu karang pada dasarnya disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu kerusakan akibat kegiatan manusia dan kerusak akibat peristiwa alam. Kerusakan terumbu karang akibat kegiatan manusia antara lain adalah eksploitasi hasil tangkapan dengan menggunakan alat yang dapat merusak seperti penggunaan bom serta penambangan terumbu karang. Kegiatan penangkapan ini beralasanantara lain sifat manusia yang menggunakan jalan pintas untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan keletarian sumberdaya.
Salah satu upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan terumbu karang dapat dilakukan dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan memperluas wawasan/cakrawala yang dapat dimulai dari kanak-kanak, sehingga pembelajaran tentang terumbu karang dimulai dari tingkat pendidikan sekolah dasar sampai dengan tingkat sekolah menengah atas. Apalagi di daerah yang mempunyai potensi terumbu karang akan lebih memudahkan untuk pengenalan tentang terumbu karang terhadap mereka.
Adapun tujuan dari kegiatan Pelatihan Tentang Mulok Pengelolaan Terumbu Karang se-Provinsi Kepulauan Riau ini adalah memberikan informasi mengenai pentingnya muatan lokal bagi guru-guru muatan lokal se-Provinsi Kepulauan Riau dan Dinas Pendidikan Kepulauan Riau serta Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam rangka penyadaran siswa dan siswi terhadap ekosistem laut dan manfaat pengelolaan terumbu karang khususnya.
Peserta berasal dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota se-Provinsi Kepulauan Riau dimana narasumbernya berasal dari LIPI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri dan juga Dinas Pendidikan Provinsi Kepri. Diharapkan dengan kegiatan ini akan menjadikan mulok tentang pengelolaan terumbu karang menjadi muatan lokal disekolah-sekolah sehingga penyadaran akan pentingnya terumbu karang lebih dapat ditingkatkan karena lingkungan adalah hal yang paling penting untuk dijaga dan dilestarikan oleh kalangan manapun juga.
Sabtu, 06 Juni 2009
PENTINGNYA VITAMIN DALAM RANSUM IKAN
PERAN DAN KEBUTUHAN VITAMIN C BAGI IKAN
PENGARUH STRES TERHADAP NAFSU MAKAN IKAN (FOOD INTAKE)
Stress pada ikan bisa disebabkan oleh faktor lingkungan (pH, Tinggi amoniak, rendahnya DO, dsb), Kepadatan, penanganan dan lain-lain. Salah satu pendekatan yang bisa dilihat pada tubuh ikan saat stress adalah perubahan turun naiknya kadar glukosa darah sehingga menurunkan nafsu makan ikan tersebut.Mekanisme terjadinya perubahan kadar glukosa darah selama stress dimulai dari diterimanya informasi penyebab faktor stress oleh organ reseptor. Selanjutnya informasi tersebut disampaikan ke otak bagian hipotalamus melalui sistem syaraf. Kemudian hipotalamus memerintahkan sel kromafin untuk mensekresikan hormon katekolamin melalui serabut syaraf simpatik. Adanya katekolamin ini akan mengaktivasi enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme simpanan glikogen, sehingga kadar glukosa darah mengalami peningkatan. Pada saat yang bersamaan hipotalamus otak mensekresikan CRF (corticoid releasing factor) yang meregulasi kelenjer pituitari untuk mensekresikan ACTH (adreno corticotropic hormone). Hormon tersebut akan direspon oleh sel interenal dengan mensekresikan kortisol.Rasa lapar kenyang terjadi karena adanya informasi pusat syaraf yang berasal dari central origin. Naik turunnya kadar glukosa mengindikasikan bahwa ikan tersebut lapar/kenyang. Naiknya glukosa darah menandakan bahwa ikan sedang kenyang, dengan arti lain nafsu makan berkurang karena energi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi. Begitu juga sebaliknya saat kadar glukosa darah turun, maka ikan akan merasa lapar sehingga diperlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan energinya.Sementara pada saat ikan stress kadar glukosa terus naik untuk mengatasi homeostasis akibat stress terhadap perubahan fisiologis. Hiperglisemia akan berakibat buruk bagi ikan. Ini berawal dari naiknya kadar kartisol dalam darah akibat stress yang akan memobilisasi glukosa dari cadangan yang disimpan oleh tubuh ke dalam darah, sehingga glukosa dalam darah mengalami kenaikan. Naiknya kadar glukosa darah tersebut dibutuhkan untuk proses memperbaiki homeostasis selama stress, namun kebutuhan energi dari glukosa tersebut akan dapat terpenuhi apabila glukosa dalam darah dapat segera masuk ke dalam sel, dan ini sangat bergantung pada kinerja insulin.
Naiknya kadar kortisol akan mengurangi kerja insulin di dalam darah. Saat stress dengan berkurangnya insulin maka kadar glukosa darah terus meningkat karena keterbatasan insulin yang memobilisasi glukosa darah ke dalam sel semakin lambat. Dengan tingginya kadar glukosa di dalam darah tersebut maka sinyal dari pusat syaraf menandakan bahwa ikan merasa kenyang, dan ikan tidak mau makan.